"Perbudakan sudah ada sejak ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Tetapi sekarang bentuk perbudakan masih terjadi di sistem ekonomi modern sebagai kejahatan lintas batas negara," kata Kevin Bales, seorang peneliti sosial yang terlibat dalam penyusunan Indeks Perbudakan Dunia/The Global Slavery Index.
Dalam Indeks Perbudakan Dunia, perbudakan modern didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang memperlakukan orang lain sebagai properti miliknya, sehingga kemerdekaan orang itu terampas lalu dieksploitasi demi kepentingan orang yang melakukan praktik perbudakan. Orang bisa dipekerjakan dan dibuang begitu saja seperti barang.
Perbudakan modern terjadi di sistem ekonomi yang modern seperti sekarang ini. Sistem ekonomi selepas perang dingin telah mengalami perubahan yang sangat drastis, dimana modal dan uang bisa bergerak melintasi batas negara lebih cepat daripada pergerakan manusia. Memasuki tahun 1980-an, perbatasan negara yang tadinya sangat ketat berubah menjadi lebih lunak, di mana modal terus mencari buruh yang lebih murah. Latar belakang ekonomi, dan di sisi lain juga menjadi pemicu mengapa perbudakan modern semakin banyak terjadi di banyak negara.
Dengan jumlah manusia yang semakin banyak, semua orang berlomba untuk mendapatkan pekerjaan. Terkadang pekerjaan dengan kondisi sangat buruk-pun tetapi dijalani bila tidak ada pilihan lain. Ledakan populasi membuat pasokan tenaga kerja melimpah. Itu pula sebabnya saat ini rata-rata biaya untuk "memperbudak" satu orang menjadi semakin murah.
Kemiskinan yang ekstrim dan berbagai kondisi rentan seperti perang, pemerintahan yang buruk, perubahan iklim, dan bencana alam juga bisa menjadi faktor penyebab adanya perbudakan. orang dengan kemiskinan sangat rentan untuk terjerat ke dalam praktik perbudakan modern. Bila seseorang tidak memiliki banyak pilihan untuk mendapatkan nafkah, maka tawaran apapun yan menghampiri akan diambil.
Saat ini, masih belum ada angka korban perbudakan modern yang benar-benar akurat, sebab perbudakan adalah sekali lagi kejahatan yang tersembunyi dimana mengekspolitasi sumber daya manusia secara ekonomi. Mayoritas negara di dunia telah memiliki rencana aksi untuk mengatasi masalah perbudakan modern, sebagian sudah memiliki badan koordinasi nasional, dan telah melatih garda terdepan penegakan hukum agar bisa mengidentifikasi korban perbudakan modern.
Tulisan ini terinspirasi dari :
AntaraNews
Dalam rangka pendirian dan pengembangan sebuah pusat pertumbuhan wilayah secara baik dan terarah diperlukan beberapa langkah dan kegiatan yang saling berkaitan satu sama lainnya. Karena itu, pelaksanaan pendirian pusat pertumbuhan wilayah ini perlu dilakukan beberapa langkah secara berurutan mulai dari kegiatan pertama sampai dengan terakhir. Namun demikian, tentunya dimungkinkan pula terdapatnya beberapa variasi sesuai dengan jenis kegiatan dan industri yang direncanakan akan dikembangkan pada pusat pertumbuhan wilayah tersebut serta kondisi geografis wilayah bersangkutan.
Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah menetapkan lokasi pusat pertumbuhan wilayah dengan memperhatikan berbagai keuntungan lokasi yang dimiliki oleh daerah bersangkutan. Dalam hal ini perhatian pertama perlu diarahkan pada ketersediaan jaringan jalan yang dapat menjangkau seluruh wilayah cakupannya. Akan sangat menguntungkan bilamana pada lokasi tersebut terdapat pelabuhan sehingga angkutan barang akan dapat dilakukan dengan biaya yang lebih rendah. Di samping itu, perlu pula diperhatikan ketersediaan prasarana dan sarana lainnya, terutama tenaga listrik dan jaringan telekomunikasi. Tersedianya prasarana dan sarana perhubungan ini sangat penting artinya dapat menggerakkan pembangunan pada wilayah terkait. Akan tetapi, penetapan lokasi pusat pertumbuhan wilayah ini tidak harus selalu berada pada ibukota daerah bersangkutan tapi dapat saja berbeda tergantung dari potensi ekonomi wilayah bersangkutan.
Selanjutnya, kelayakan ekonomis penetapan lokasi pusat pertumbuhan wilayah tersebut perlu pula dianalisis dengan menggunakan teori lokasi. Mengingat pusat pertumbuhan wilayah umumnya berisikan kegiatan-kegiatan industri pengolahan walaupun masih melibatkan sektor pertanian maka jenis teori yang sebaiknya dijadikan sebagai landasan analisis adalah teori lokasi industri yang didasarkan pada pendekatan ongkos minimum Weber (Least-Cost Weber). Dengan demikian, lokasi yang sebaiknya dipilih untuk pendirian sebuah pusat pertumbuhan wilayah adalah lokasi yang dapat memberikan jumlah biaya produksi dan biaya transportasi, baik untuk bahan baku dan bahan jadi yang minimum.
Langkah kedua yang harus dilakukan adalah meneliti potensi ekonomi wilayah terkait berikut komoditas ungulan yang sudah dimiliki dan/atau potensial untuk dikembangkan. Dengan menggunakan prinsip-prinsip teori lokasi, selanjutnya ditentukan pula kmoditas mana yang dapat diolah pada lokasi pusat pertumbuhan wilayah dan produk apa yang dapat dipasarkan ke seluruh wilayah tersebut. Disamping itu, analisis ini juga sangat penting artinya untuk sekaligus dapat mengetahui seberapa jauh pusat pertumbuhan wilayah tersebut nantinya akan dapat mendorong proses pembangunan daerah sekitarnya.
Langkah ketiga adalah meneliti keterkaitan hubungan input dan output dari masing-masing industri dan kegiatan yang potensial dikembangkan pada pusat pertumbuhan wilayah bersangkutan. Keterkaitan ini dapat dilihat melalui besarnya proporsi input yang diperoleh dan proporsi output yang digunakan oleh industri dan kegiatan ekonomi yang potensial dikembangkan pada pusat pertumbuhan wilayah tersebut. Melalui analisis ini akan dapat diketahui jenis dan jumlah kegiatan industri dan kegiatan ekonomi potensial lainnya yang mempunyai keterkaitan yang erat satu sama lainnya. Analisis keterkaitan ini sangat penting artinya untuk mengetahui jenis industri dan kegiatan ekonomi lainnya yang diperkirakan akan mempunyai keuntungan aglomerasi yang cukup tinggi nantinya. Industri dan kegiatan ekonomi tersebut selanjutnya akan direncanakan sebagai penghuni pusat pertumbuhan wilayah tersebut dan diharapkan dapat berkembang dengan pesat dengan memanfaatkan keuntungan eksternal yang dapat diciptakannya.
Langkah keempat adalah menentukan jenis prasarana dan sarana yang perlu segera disediakan untuk pengembangan pusat pertumbuhan wilayah tersebut. Mengingat industri penghuni pusat pertumbuhan wilayah umumnya adalah industri pengolahan dan pemasaran, baik untuk produk pertanian dan industri maka jenis prasarana dan sarana yang diperlukan pada pusat ini juga haruslah terkait langsung dengan kegiatan tersebut. Dalam hal ini ketersediaan prasarana jalan, sarana angkutan tenaga listrik, pergudangan dan fasilitas telekomunikasi akan sangat penting sekali. Untuk dapat menjamin keteraturan lokasi industri dan kualitas lingkungan hidup, sebaliknya pada masing-masing pusat pertumbuhan wilayah didirikan sebuah kompleks industri yang tidak harus berskala besar.
Langkah kelima yang merupakan langkah terakhir adalah membentuk sebuah organisasi yang akan mengoordinasikan pengelolaan kompleks industri atau pusat pertumbuhan wilayah tersebut. Pembentukan organisasi pengelola ini sangat penting artinya agar pengembangan kompleks industri dan pusat pertumbuhan wilayah tersebut dapat dilakukan secara terarah dan terpadu sesuai dengan prinsip pusat pertumbuhan wilayah. Disamping itu, mengingat industri dan kegiatan ekonomi yang akan mengisi kompleks industri dan pusat pertumbuhan wilayah tersebut umumnya adalah dari pihak swasta maka organisasi pengelola tersebut harus pula dapat merencanakan sistem promosi yang tepat sesuai dengan yang diinginkan oleh para calon investor. Dalam hal ini fungsi pemerintah daerah adalah memberikan arah dan mengawasi pelaksanaan kegiatan pusat pertumbuhan wilayah tersebut agar dapat berkembang sesuai dengan yang diharapkan.
Tulisan ini terinspirasi dari :
Buku : Analisis Ekonomi Regional dan Penerapannya di Indonesia
Karya : Sjafrizal
Penerbit : Rajawali Press
Total penduduk dewasa di Indonesia mencapai 170,22 juta jiwa
dengan kekayaan mencapai US$ 1.518 miliar atau setara Rp 22.700 triliun dengan kurs Rp 15 ribu/dolar AS.
Dalam Global Wealth Report 2018 yang dirilis Credit Suisse
menunjukkan bahwa 1% orang terkaya di
Indonesia menguasai 46,6% total kekayaan penduduk dewasa di tanah air.
Sementara 10% orang terkaya menguasai 75,3% total kekayaan penduduk. Artinya
pembangunan yang dilakukan pemerintah selama ini hanya dinikmati oleh sebagian
orang-orang tajir di negeri ini. Kondisi ini juga menunjukkan bahwa ketimpangan
kekayaan di Indonesia masih cukup tinggi sehingga bisa menjadi masalah yang
serius di kemudian hari.
Di kawasan
Asia, ketimpangan kekayaan Indonesia berada di urutan ketiga setelah Thailand
dan India. Di negeri Gajah Putih, 1% orang terkaya menguasai hampir 70% total
kekayaan penduduk dewasa. Sementara di India, 1% orang terkaya menguasai
separuh total kekayaan penduduk dewasa. Sedangkan 1% orang terkaya di Jepang
hanya menguasai 18% total kekayaan penduduk dewasa. Ini mengindikasikan
meratanya kekayaan penduduk di Negeri Matahari Terbit.
Total penduduk dewasa di Indonesia mencapai
170,22 juta jiwa dengan kekayaan mencapai US$ 1.518 miliar atau setara Rp
22.700 triliun dengan kurs Rp 15 ribu/dolar Amerika Serikat dengan kekayaan per
penduduk dewasa sebesar US$ 8.919. Sebanyak 89 ribu orang terkaya di Indonesia
memiliki kekayaan di atas US$ 1 juta atau Rp 15 miliar. Sementara kekayaan
penduduk dewasa di dunia mencapai US$ 317 triliun pada tahun ini dan
diperkirakan akan meningkat menjadi US$ 399 triliun pada 2023.
Tulisan ini dikutip dan bersumber dari :