Tidur ketika mendengarkan khutbah Jumat, merupakan salah satu kesalahan
besar yang dianggap lumrah dalam kegiatan ibadah kaum muslimin. Layaknya
tidak mungkin lagi ada khutbah tanpa makmum yang tertidur. Seolah
khutbah Jumat adalah kesempatan paling tepat untuk tidur. Sampai ada "candaan" yang menyatakan, bagi penderita insomnia yang sulit tidur, bisa
diobati dengan mendengarkan khutbah Jumat. Kita ucapkan, Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raajiun.
Butuh perjuangan lebih panjang, untuk bisa mengobati penyakit ini.
Menumbuhkan kesadaran umat untuk bisa memahami arti penting nasehat
dalam khutbah Jumat. Bisa jadi, ini sebab utama mengapa umumnya kaum muslimin sulit untuk
menjadi umat yang terdidik, meskipun setiap pekan mereka mendengarkan
ceramah dan khutbah.
Berikut beberapa dalil yang menunjukkan celaan tentang fenomena ini:
Pertama, Allah perintahkan kaum muslimin untuk perhatian dengan nasehat
Allah berfirman,
وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Apabila dibacakan Alquran, dengarkanlah dan diamlah, agar kalian mendapatkan rahmat.” (QS. Al-A’raf: 204)
Diriwayatkan dari Aisyah, Said bin Jubair, Atha, Mujahid, Amr bin
Dinar dan beberapa ulama lainnya, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan
perintah untuk diam dalam rangka mendengarkan khutbah Jumat (Zadul Masir, 2:183). Perintah diam ketika mendengarkan khutbah merupakan perintah untuk
memperhatikan khutbah dengan seksama. Karena itulah, sebagian ulama
menjadikan ini sebagai dalil larangan untuk tidur dan lalai ketika
mendengarkan khutbah.
Kedua, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan berbagai adab ketika Jumatan, agar makmum bisa konsentrasi mendengarkan khutbah. Diantaranya,
a. Larangan duduk sambil memeluk lutut
Hadis dari Muadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu,
أَن النَبيَ صَلى اللهُ عَليه وَسَلمَ نَهَى عَنْ الْحَبْوَةِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang duduk memeluk lutut pada hari ketika imam sedang berkhutbah. (HR. Abu Daud, Turmudzi dan dihasankan al-Albani).
Ketika menyebutkan hadis ini, an-Nawawi mengutip keterangan al-Khithabi:
نهى عنها لأنها تجلب النوم فتعرض طهارته للنقض، ويمنع من استماع الخطبة
“Perbuatan ini dilarang, karena ini bisa menyebabkan ngantuk,
sehingga bisa jadi wudhunya batal, dan terhalangi mendengarkan khutbah.” (al-Majmu’, 4:592)
b. Perintah untuk berpindah ketika ngantuk
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الجُمُعَةِ فَلْيَتَحَوَّلْ مِنْ مَجْلِسِهِ ذَلِكَ
“Apabila kalian ngantuk pada hari Jumat, maka berpindahlah dari tempat duduknya.” (HR. Abu Daud, Turmudzi dan dishahihkan al-Albani).
Ketiga, kebiasaan masyarakat dan orang sholeh masa silam, mereka mencela keras orang yang tidur ketika mendengarkan khutbah Jumat.
Dari Ibnu Aun, bahwa Muhammad bin Sirin (ulama tabiin) menceritakan,
كانوا يكرهون النوم والامام يخطب ويقولون فيه قولا شديدا
“Mereka (para sahabat) sangat membenci orang yang tidur ketika imam sedang berkhutbah. Mereka mencela dengan celaan yang keras.”
Ibnu Aun mengatakan, ‘Kemudian di kesempatan yang lain, saya bertemu
lagi dengan Ibnu Sirin. Beliau pun bertanya, “Apa komentar sahabat
tentang mereka?” Ibn Sirin mengatakan,
يقولون مثلهم كمثل سرية أخفقوا
“Mereka berkomentar, orang yang tidur ketika mendengarkan khutbah
seperti pasukan perang yang gagal.” Artinya, tidak mendapatkan ghanimah
sedikitpun. (Tafsir al-Qurthubi, 18:117)
Sungguh jauh berbeda kebiasaan masyarakat di zaman kita dengan
mereka. Tidur ketika mendengarkan khutbah dianggap tindakan yang
menyebabkan pelakunya layak untuk dicela. Semantara bagi masyarakat
kita, semacam ini dianggap sebagai hal yang biasa, tanpa ada perasaan
bersalah dan menyesalinya.
Apa yang Harus Dilakukan Agar Tidak Ngantuk?
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menghindari ngantuk dan tidur ketika mendengarkan khutbah:
Pertama, niatkan untuk mendapatkan ilmu.
Jadikan kehadiran kita ketika Jumatan sebagai sarana untuk
mendapatkan tambahan ilmu. Kita berprinsip, seusai khutbah, harus ada
hal baru yang bisa dicatat. Niatkan hal ini dari sejak berangkat, semoga
menjadi tambahan pahala.
Dengan prinsip ini, jumtan kita tidak hanya menjadi rutinitas tak
bermakna. Namun betul-betul untuk dzikrullah dan mendapatkan nasehat.
Kita akan lebih bisa konsentrasi, menatap khatib dengan seksama, dan
menananmkan isi khutbah yang baik ke dalam jiwa. Kita bisa tiru
bagaimana sikap sahabat yang memfokuskan pandangannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mendengarkan khutbah.
Kedua, jangan lupa mandi.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk mandi ketika hendak bernagkat Jumatan. Beliau bersabda,
غُسْل يوم الجُمُعة واجبٌ على كلِّ محتلم
“Mandi pada hari Jumat, wajib bagi setiap orang yang sudah baligh.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dengan mandi, kondisi anda akan lebih segar, dan tidak berbau ngantuk.
Ketiga, pindah tempat ketika ngantuk
Seperti yang disarankan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadis yang telah kita bahas sebelumnya, “Apabila kalian ngantuk pada hari Jumat, maka berpindahlah dari tempat duduknya.”
Sikap semacam ini, mungkin masih dianggap tabu oleh masyarakat kita.
Karena itu, butuh keberanian mental untuk memulainya. Sebagai bentuk
perjuangan anda melawan ngantuk.
Keempat, bangunkan orang yang ngantuk di samping Anda.
Ini sebagai bentuk kepedulian anda kepada sesama. Namun ini harus
dilakukan tanpa suara. Artinya, anda bangunkan hanya dengan gerakan
tanpa ucapan.
Imam Ibnu Baz pernah ditanya tentang hukum membangunkan orang yang tidur ketika mendengarkan khutbah. Belaiu menjelaskan,
يستحب إيقاظهم بالفعل لا بالكلام، لأن الكلام في وقت
الخطبة لا يجوز؛ لقول النبي صلى الله عليه وسلم:(إذا قلت لصاحبك أنصت يوم
الجمعة والإمام يخطب فقد لغوت) متفق على صحته..
Dianjurkan untuk membangunkan mereka dengan gerakan, tanpa ucapan.
Karena berbicara ketika berkhutbah tidak dibolehkan. Berdasarkan sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apabila kamu berbicara kepada sampingmu “Diam”, pada hari Jumat dan imam sedang berkhutbah, berarti kamu telah berbuat sia-sia…” (Muttafaq ‘alaihi). [www.binbaz.org]
Diantara dalil yang menunjukkan bolehnya mengingatkan dengan gerakan tanpa suara adalah sikap Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, seperti yang diceritakan oleh Nafi,
أن عبد الله بن عمر رأى رجلين يتحدثان والإمام يخطب يوم الجمعة فحصبهما، أن اصمتا
Bahwa Abdullah bin Umar pernah melihat dua orang saling ngobrol
ketika imam sedang berkhutbah di hari Jumat. Kemudian beliau melempar
keduanya dengan kerikil agar mereka diam. (HR. Malik dalam al-Muwatha, 346).
Ibnu Abdil Bar rahimahullah mengatakan,
ففيه تعليم كيف الإنكار لذلك؟ لأنه لا يجوز أن ينكر عليهما الكلامَ بالكلام في وقتٍ لا يجوز فيه الكلام
“Keterangan ini memberi pelajaran bagaimana cara mengingkari orang
yang ngobrol dengan benar. Karena tidak boleh mengingkari obrolan
keduanya dengan ucapan, di waktu tidak boleh berbicara.” (al-Istidzkar, 2:23)
Kelima, nasehat untuk khatib
Kepada para imam, para khatib, anda perlu menyadari bahwa jamaah
sulit untuk diajak konsentrasi mendengarkan khutbah lebih dari 20 menit.
Artinya, sebagian besar apa yang anda sampaikan, tidak mereka respon
dengan baik. Padahal anda telah siapkan konsep, anda telah
teriak-teriak, dan dst. Namun sayang, khutbah anda ditinggal tidur.
Karena itu, miliki prinsip, khutbahku pendek, khutbahku isinya
sesuatu yang penting dan ada tamabahan ilmu baru yang bermanfaat bagi
jamaah, dan hindari terlalu panjang yang membosankan.
Seperti inilah yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Khutbah beliau ringkas, dan shalatnya lebih panjang.
Dari jabir bin Samurah radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
كان رسول الله – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – لا يطيل الموعظة يوم الجمعة، إِنما هنّ كلمات يسيرات
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memperlama
khutbahnya di hari Jumat. Apa yang beliau sampaikan hanya nasehat
ringkas. (HR. Abu Daud dan dishahihkan al-Albani).
Dengan khutbah yang isinya menarik, meskipun ringkas, akan meringankan jamaah dan membuat khutbah anda tidak ditinggal tidur.
Allahu a’lam
Referensi :
www.konsultasisyariah.com
0 comments